Di alam, kandungan senyawa artemisinin tanaman Artemisia berkisar 0,1 sampai 1,8 persen. Peneliti tanaman dari inggris mampu meningkatkan produksi artemisinin hingga tiga kali lipat. Senyawa itu efektif mengobati malaria.Beberapa tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) sempat merekomendasikan penggunaan pil kina untuk mengobati penyakit malaria. Namun, kini, penggunaan pil kina tidak lagi terlalu efektif menyembuhkan penyakit malaria karena pil itu telah resisten terhadap Plasmodium.
Plasmodium merupakan salah genus protozoa yang menjadi penyebab penyakit malaria. Makhluk bersel satu itu akan menempel pada nyamuk Anopheles betina yang menjadi mediator penularan penyakit malaria ke tubuh manusia. Seseorang yang terkena gigitan Anopheles akan menderita penyakit malaria.Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sekitar 41 persen penduduk dunia berisiko terjangkit penyakit itu. Malaria telah menyebabkan kematian terhadap satu hingga tiga juta orang di seluruh dunia per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 90 persennya adalah anak-anak yang tinggal di daerah sub Sahara Afrika dan beberapa negara di Asia.
World Health Organisation memprediksikan pertumbuhan kasus malaria mencapai 16 persen setiap tahunnya.Tingginya angka penderita malaria mendorong para ilmuwan mencari obat alternatif penyembuh penyakit malaria selain pil kina. Bahari baku obat diambil dari tanaman. Bertahun-tahun lalu, tepatnya pada 1972, hasil penelitian di China menunjukkan tanaman Artemisia (Artemisia ammo L) mengandung bahan aktif artemi-sinin yang sangat efektif mengatasi penyebab penyakit malaria.
Kandungan senyawa artemisi-nin yang tinggi terdapat pada jaringan bagian atas tanaman (daun dan bunga). Sekitar 89 persen artemisin terdapat pada bagian daun. Sedangkan bagian atas daun mengandung 47 persen senyawa artemisin, bagian tengah mengandung 25 persen, dan bagian bawah mengandung 22,2 persen artemisin.Di bagian batang, kandungan artemisin terbilang rendah. Oleh karena itu, target pembudidayaan tanaman Artemisia diarahkan pada peningkatan kadar artemisi-nin dan produksi daun yang tinggi.
Pembudidayaan tanaman Artemisia bertujuan untuk meningkatkan pasokan senyawa arte-misinin yang saat ini masih sedikit. Di alam, kandungan artemisinin yang terdapat pada tanaman Artemisia hanya berkisar 0,1 sampai 1,8 persen. Para peneliti tanaman di berbagai belahan dunia terus berlomba-lomba melakukan pemuliaan tanaman itu. Salah satu peneliti yang juga mencoba memuliakan Artemisia ialah Steven Bentley, peneliti tanaman dari Britains National Institute of Agricultural Botany (NtAB).
Selama empat tahun belakangan, Bentley melakukan riset pemuliaan tanaman Artemisia mumu L, dan dia berhasil meningkatkan kandungan artemisinin yang merupakan bahan baku obat alami antimalaria. Artemisinin merupakan produk metabolit sekunder yang berkhasiat lebih cepat menghilangkan gejala klisnis dan cepat mengeliminasi parasit dalam darah."Hasil panen tahun ini menunjukkan adanya penambahan artemisinin untuk konsentrasi lebih dari 2,2 persen," kata Bentley sebagaimana dikutip Reuters.
Kadar artemisinin tersebut hampir tiga kali lipat dari rata-rata 0,8 persen yang telah dikembangkan oleh beberapa perusahaan farmasi, seperti Novartis AG dan Frances Sanofi-Aventis SA. Kesuksesan NIAB merupakan bagian dari program pemuliaan tanaman Artemisia sejak 2005.Penelitian mengenai tanaman itu juga menjadi bagian dari studi untuk menyelidiki kelayakan tumbuh Artemisia di Inggris. Mengapa Inggris? Sebelumnya banyak ilmuwan yang kerap meragukan tanaman tersebut dapat menghasilkan artemisinin berkualitas di Inggris.
Tak pelak, Colin Hill, ketua konsorsium Artemisia LINK Defra, dalam konferensi di Mumbai, India, September 2009, mengaku terkejut dengan hasil riset NIAB."Untuk kali pertama suatu delegasi NIAB mampu mempertahankan program pembiakan tanaman Artemisia dan mampu memperlihatkan peningkatan produksi artemisinin," kata Hill di hadapan peserta konferensi yang diikuti delegasi dari WHO dan Medicines for Malaria Venture (MMV).Menurutnya, pencapaian program pemuliaan tanaman itu akan menjadi solusi untuk mengatasi penyakit malaria pada masa yang akan datang.
Para ahli memperkirakan lahan seluas 6.500 hektare yang ditanami tanaman Artemisia annua-sebagian besar
di China, Vietnam, Afrika, dan India-hanya mampu memproduksi 30 ton senyawa artemisin per tahun.Produksi itu diprediksi hanya mampu menyuplai 60 juta perawatan penderita malaria. Padahal, estimasi kebutuhan pada 2010 diperkirakan mencapai 260 juta perawatan penderita malaria. Artinya, produksi yang dibutuhkan sekitar 130 ton per tahun atau 28 ribu hektare tanaman.
Genetika Terbaik
Bendey mengatakan tidak ada rahasia besar atas kesuksesan NIAB selain metodologi ilmiah yang ketat dan memastikan terjadinya setiap persilangan tanaman dengan induk yang memiliki potensi genetika terbaik.Untuk mendapatkan varietas tanaman berkualitas, setidaknya harus tersedia koleksi berbagai tanaman Artemisia yang unggul. Setelah koleksi itu tersedia, tahap selanjutnya ialah mengekspresikan berbagai potensi tanaman.Bentley melakukan riset tanaman Artemisia di Cambridge, wilayah sebelah timur Inggris. Dj kawasan itu cuaca tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin dengan variabel curah hujan cukup.
Tanaman Artemisia yang disebut elite parents itu ditanam di dalam rumah kaca pada musim dingin.Selanjutnya, keturunan-tana-man yang baru ditanam di luar rumah kaca pada lum dan dipanen pada September. Bentley optimistis kandungan artimisinin dapat lebih ditingkatkan pada masa yang akan datang."Kami yakin pembiakan melalui garis keturunan tanaman Artemisia yang lebih baik lagi akan dapat meningkatkan kandungan artemisinin sebesar 2,5 persen," ujarnya.
Menurut Agus Kardinan, peneliti utama dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Departemen Pertanian, hasil penelitian Bentley memang terbilang luar biasa.Pasalnya, hasil pemuliaan tanaman Artemisia di Indonesia saat ini berpeluang meningkatkan kandungan artemisinin rata-rata 0,6 persen. Adapun produksi Artemisia di Tanah Air berkisar 1,5 hingga 4 ton per hektare bahan kering.
Di Indonesia, pemuliaan Artemesia, kata Agus, dilakukan di dataran tinggi, seperti di Bogor dan Bandung, Jawa Barat. Namun, pemuliaan tanaman Artemisia masih dalam skala uji coba di luasan yang terbatas.Hal itu tentu menjadi ironi ketika dikaitkan dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara tropis yang penduduknya rentan terserang malaria. Sementara itu, bahan baku anemisinin yang bisa menjadi penyembuh penyakit malaria masih diimpor sampai saat ini.
- Home
- gaya hidup
- Artemisia, Obat Malaria Pengganti Kina
Artemisia, Obat Malaria Pengganti Kina
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Comments